welcome to murowi.blogspot.com and try to looking at moerowi.blogspot.com : welcome to murowi.blogspot.com and try to looking at moerowi.blogspot.com : welcome to murowi.blogspot.com and try to looking at moerowi.blogspot.com : welcome to murowi.blogspot.com and try to looking at moerowi.blogspot.com

Jumat, 07 Oktober 2011

Sosok al-Khidir di Mata Kaum Sufi (1)


Mursyid Terbaik yang Sangat Misterius

Kalau ada manusia paling misterius di muka bumi ini, maka al-Khidirlah orangnya. Beliau tokoh yang amat terkenal, tapi jejaknya lepas dari pengamatan sejarah. Hanya cerita pribadi dari mulut ke mulut, tak meninggalkan bukti sejarah apapun. Bahkan, meski memiliki kisah yang unik dengan Nabi Musa u, Taurat maupun Injil tidak menceritakannya. Kisah itu hanya diceritakan dalam al-Qur’an, meski tak secara langsung menyebut namanya.

Sisi misterius memang memainkan peran tersendiri dalam membentuk ketokohan al-Khidir u. Atas dasar itu, kalangan sufi menyebutnya sebagai tokoh rijâlul ghaib. Syekh Abdul Qadir al-Jilani menyatakan, “Di antara para wali ada orang yang sudah fanâ’ (menghilang) dari kebutuhan makan dan minum, menghindar dari umat manusia dan tak terlihat oleh pandangan mata mereka, ia diberi umur panjang, tidak mati-mati, seperti al-Khidir alaihis salam….

Dalam banyak hal, kisah beliau bersama Nabi Musa menjadi sumber inspirasi kehidupan batin para sufi, meski dalam beberapa hal pula, ada beberapa oknum dari kelompok sufi yang salah paham, dan justru menganggap kisah tersebut sebagai perseteruan antara ilmu zahir dan ilmu batin, atau antara syariat dan hakikat. Bahkan, atas dasar kisah itu, aliran Bathiniyah beranggapan bahwa syariat hanya berlaku untuk para nabi dan kalangan awam, tidak berlaku untuk kalangan wali atau kalangan khawâsh.

Al-Khidir memang begitu lekat dengan benak kaum sufi. Syekh Muhammad al-Kasanzan, Khalifah Tarekat Qadiriyah dunia pada akhir Abad 14 Hijriah, menyatakan bahwa al-Khidir adalah ramzun lit-tharîq al-mûshil ilal-hayât al-khadhrâ’ al-abadiyah. Berarti dalam anggapan beliau, al-Khidir adalah semacam perlambang bagi jalan tasawuf.

Menurutnya, kata “khidr” adalah lambang kehidupan. Khidr memiliki akar kata yang sama dengan khudrah yang berarti hijau. Hijau adalah lambang kehidupan. Secara jasmani beliau hidup dalam masa yang panjang, dan secara ruhani beliau adalah lambang kehidupan batin.

Kenyataannya, al-Khidir memang menjadi ikon yang tak tergantikan dalam perjalanan kehidupan sufistik. Kisah para tokoh sufi, baik para wali yang masyhur di tingkat dunia ataupun para wali yang masyhur di tingkat lokal, nyaris tak pernah lepas dari dengan “bumbu” kedatangan beliau. Bahkan, beliau terkesan seperti menjadi pemberi stempel bagi status kewalian.

Karena banyaknya pengalaman mistik para sufi dengan al-Khidir ini, maka mereka menjadi kelompok yang paling gigih dalam membela pandangan teologis bahwa al-Khidir masih hidup. Bagi kalangan sufi, keberadaan al-Khidir adalah nyata dan bersentuhan langsung dengan dunia empiris mereka.

Dalam referensi-referensi tasawuf tidak terlalu sulit menemukan kisah-kisah pertemuan para sufi dengan al-Khidir u. Seperti dalam kisah-kisah Umar bin Abdil Aziz, Ibrahim bin Adham, Abdullah bin al-Mubarak, al-Junaid al-Baghdadi, al-Khawwash, Ahmad ar-Rifa’i, dan tokoh-tokoh sufi masyhur yang lain.

Syekh Abdul Qadir al-Jilani, tercatat memiliki kisah yang cukup banyak dengan Al-Khidir. Al-Khidir menjadi semacam pembimbing bagi beliau, mulai sejak tirakat pengembaraan selama 25 tahun, hingga beliau menetap di Baghdad dan menjadi tokoh besar yang didatangi oleh para salik dari seluruh penjuru dunia. Sebelum masuk ke Baghdad dan mengakhiri tirâkat pengembaraannya, konon al-Khidir menyuruhnya untuk tirâkat di pinggir sungai di tepi Baghdad selama 7 tahun. Beliau makan dari rumput dan tumbuh-tumbuhan di sekitarnya, hingga warna hijau rumput membekas di lehernya. Setelah itu, al-Khidir mengatakan, “Hai Abdul Qadir, masuklah ke Baghdad.”

Selain Syekh Abdul Qadir al-Jilani, tokoh sufi lain yang memiliki banyak kisah dengan al-Khidir adalah Ibnu Arabi. Beliau menceritakan sendiri kisah-kisah itu dalam kitabnya al-Futûhât al-Makkiyah

Maka, tidak heran jika Muhammad Ghazi Arabi, seorang peneliti tasawuf di jazirah Arab yang masih semasa dengan Syekh al-Kasanzan, menyatakan, “Khidir adalah guru kalangan sufi. Beliaulah yang menjadi penuntun dalam perjalanan panjang mereka. Maka, bagi para sufi, Khidir adalah guru, teman bicara, dan kawan terbaik yang pernah menyertai mereka. Dialah gurunya para syekh.  Ia membimbing dan menuntun para salik, langkah demi langkah.”

Apa yang diungkapkan oleh Ghazi Arabi itu sangat pas dengan konsepsi para sufi tentang al-Khidir. Pertemuan dengan al-Khidir selalu membawa pesan yang sangat berharga bagi jalan suluk yang mereka tempuh. Bagi mereka, al-Khidir memang pembimbing yang paling teduh, seteduh warna hijau yang terpantul di dalam namanya.

Sumber: Buletin SIDOGIRI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.

Cari Blog Ini